Saat berselancar di facebook, tanpa sengaja saya mendapatkan artikel bagus ini. Tulisannya sangat menginspirasi saya, terutama bagi sifat saya yang emosian. Saya juga kembali merenung tentang apa yang membuat seseorang menjadi marah, yang ternyata karena MERASA diperlakukan tidak baik. Artikel ini menyadarkan saya bahwa bila kita bisa membuang PERASAAN ini, maka marah dan kebencian akan redam. Berpura-pura bodoh seperti si Bos Beras yang tidak tahu apa-apa dan mejadi pendengar yang baik akan membuat kita melalui hidup tanpa stress.
Alkisah dari sebuah desa di Provinsi Anhui, Tiongkok. Seorang bayi yg belum lama lahir, kedua orang tuanya mendadak meninggal. Oleh sebab itu, ia tumbuh dewasa di lingkungan yg serba sulit dan rumit, apalagi masih memikirkan tentang sekolah, sungguh tidak mungkin. Jadi, ia tidak mengenal tulisan sama sekali, bahkan tidak ada yg peduli akan marga dan namanya.
Ia setiap hari bekerja keras demi sesuap nasi. Ia berkata kepada majikannya,”Asalkan aku mendapatkan beras, aku sudah puas!” karena hal inilah, mereka memberikannya nama panggilan sebagai “Bos Beras.”
Waktu berjalan dengan cepat. Dari masa remajanya menginjak usia setengah baya sampai mempunyai anak, tetap saja setiap hari mencari nafkah untuk memenuhi makan sehari-hari keluarganya. Rumahnya berada di tepi gunung, maka ia sering pergi membelah kayu bakar untuk dijual. Inilah cara nya mendapatkan beras dari hasil penjualannya.
Bos Beras ini sangatlah jujur dan sama sekali tidak mengerti yang namanya menawar. Kayu bakar yang ia dapatkan sangatlah kering dengan kualitas yg baik. Karena itu, banyak sekali orang yang ingin membeli kayu bakarnya.
Suatu hari, setelah ia pergi membelah kayu bakarnya dan hendak ke kota untuk menjualnya, tiba-tiba di perjalanan ia bertemu dengan orang kaya yang sangat kikir. Ia tahu kayu bakar yg dijual Bos Beras itu bagus dan kering, sehingga di pertengahan jalan, ia menghentikan langkah Bos Beras dan berkata, “Aku ingin membeli kayu bakarmu.”
Bos Beras senang sekali, tetapi orang kaya yg tamak itu Berkata,
”Tunggu sebentar! Mari kita kompromi dulu, berapa harga sepikul kayu bakar ini!”
“Harga sepikul kayu bakar ini biasanya pembeli memberiku 300 sen.”
“Rumahku dekat sekali. Kamu juga tidak perlu berjalan begitu jauh dan tidak perlu memboroskan tenagamu ke kota. Jadi, saya rasa kamu jual padaku 100 sen saja.”
Bos Beras mencoba menghitung menggunakan jari tangannya. Perbedaan 3 dengan 1 sangatlah jauh. Begini sama sekali tidak cukup untuk membeli beras.
Lalu orang kaya itu berkata lagi.” Kalau begitu 200 sen saja!”
Bos Beras tetap menghitung dan merasa tidak cukup untuk membeli beras, kemudian memberikan jawaban,”Saya tidak jadi jual. Lebih baik saya berjalan lebih jauh sedikit.”
“Sudahlah, jangan berjalan begitu jauh. Jual saja kepadaku 250 sen,” lanjut orang kaya itu.
Bos Beras berpikir keras. Jika saya tetap bertahan, bukankah telah memboroskan waktuku saja.
Kemudian ia menjawab,”baiklah!baiklah! Jual ke kamu saja.”
Melihat kejujuran Bos Beras, orang kaya itu memintanya memikul kayu bakar ke rumah.
Setelah selesai menimbun semua kayu bakar itu, orang kaya itu bertanya,” Siapakah sebenarnya namamu!”
“Aku tidak mempunyai nama,” jawabnya dengan polos.
Karena orang kaya yang kikir itu tidak berhasil mendapatkan harga yg ia inginkan, ia merasa kesal dan berkata,
” Kamu tidak memiliki nama sungguh sangat aneh. Bagaimana jika saya yg memberikanmu nama?”
“Bagus sekali,”jawab Bos beras.”Hidup setua ini, akhirnya ada orang yg mau membantuku memberikan nama. Sungguh saya ingin berterima kasih padamu.”
“Kalau begitu, saya berikan nama”Tinja padamu.”
“Kedengarannya bagus sekali. Sebelumnya orang lain selalu memanggilku Bos Beras, sekarang menjadi Tinja. Bagus sekali.”
Orang kaya yang kikir itu sengaja bertanya kembali,”Tinja, kamu ada berapa Ayahanda?”
“Apa itu Ayahanda?” Tanya Bos Besar.
Si kaya menghinanya karena tidak mengenal tulisan, sehingga sengaja mempermainkannya dengan menjawab, ”Ayahanda adalah anakmu.”
Ia akhirnya sadar dan menjawab, ”Oh, rupanya Ayahanda adalah anakku. Coba saya hitung dulu. Saya memiliki 10 Ayahanda.”
Bos Beras ialah orang yang bersemangat.
Oleh karena itu, ia kembali bertanya,”Kalau begitu berapa banyak Ayahandamu?”
Mendengar hal ini, raut wajah si kaya mulai berubah dan menjawab,” Aneh, mengapa kamu bertanya berapa banyak Ayahandaku! Ayahandaku telah meninggal!”
“Oh, kasihan sekali! Semua Ayahandamu telah meninggal. Saya memiliki begitu banyak putra, bagaimana jika saya memberikan kepadamu 1 atau 2 orang untuk dijadikan Ayahandamu?”
“Kurang ajar. Berani sekali kamu memberikan anakmu untuk dijadikan Ayahandaku?” jawab si kaya dengan marah.
Melihat kemarahan si kaya, ia merasa aneh dan berkata, “Anda membeli kayu bakarku dan juga memberikanku nama. Sementara saya berniat baik memberikan anakku untuk dijadikan Ayahandamu. Lalu Anda begitu emosi? Melihat Anda seperti ini, sepertinya ingin sekali ‘memakan‘ tinja saya ini saja.”
Apa itu Tinja? Tinja adalah “kotoran”. Orang kaya itu marah dan kesal hingga mengambil tongkat ingin memukulnya. Bos Beras itu merasa aneh dan berpikir.”Ada apa dengan orang ini? Mengapa marah besar seperti ini tanpa sebab? Tanpa pikir panjang, ia tidak menghiraukannya dan mengambil tongkat pemikul pulang ke rumah dengan bebasnya.
RENUNGAN:
Orang yang tidak menaruh pemikiran akan perkataan orang, meski orang lain memakinya, ia juga tidak akan mengerti bahwa dirinya dimaki dengan sebutan ‘kotoran’ dan di dalam hatinya masih merasa bersyukur. Menyindirnya dengan ejekan berapa banyak ‘Ayahanda’ pun, ia juga tidak merasakan apa pun dan masih berniat baik ingin memberikan anaknya untuk dijadikan Ayahanda bagi orang lain.
Segala benda di dunia memang untuk digunakan oleh manusia, namun bagi mereka yang tidak tahu berpuas diri dan kurang bijaksana, malah akan diperbudak oleh benda itu sendiri.
Orang lain ingin mengambil untung darinya, ia malah tidak merasa dirugikan. Ini juga merupakan suatu filosofi, yaitu ‘filosofi orang bodoh’. Dalam kehidupan, kita juga seharusnya mempelajari filosofi ini. Dan ini ada puisi :
Lebih baik aku diam
dan mendengar tiap perkataanmu
walau kata" yg menyakitkan sekalipun
Aku memilih menjadi pendengar saja
Karena lebih baik kututup mulutku
daripada mengumbar kata tapi
menyakiti hati orang lain
Aku lelah dalam rapuhku
yang coba tegarkan diri
disisa nafas yang kupunya
Itulah artikel yang saya dapatkan hari ini. Semoga bisa menjadi renungan bagi pembaca
Bila ingin membaca artikel lainnya, bisa mengunjungi sumber dari artikel tersebut.
sumber : kisahmotivasihidup.blogspot.com